14 Agustus 2012

Membaca, Menulis dan Berhitung

dokumen pribadi


Ketika Uni Sovyet (Rusia) berhasil meluncurkan pesawat luar angkasa Sputnik, Amerika Serikat meradang. Kecemasan yang menghantui Amerika adalah ternyata proses transformasi ilmu di sekolah-sekolah mengalami kegagalan. Oleh karena itu mereka mulai kembali mereksonstruksi pendidkan dengan program bernama go back to basic. (prof. suyanto dan Drs. Djihad Hisyam, M.Pd. dalam bukunya Refkeksi Dan Reformasi Pendidikan di Indonesia memasuki Milenium III).
Program dan doktrin pendidikan itu berisi muatan yang sederhana, yaitu reading, writing and arithmetic. Mengapa yang dikedepankan justru reading dan writing, bukan arithmetic sebagai ilmu basic dalam pengembangan teknologi? Mereka menganggap bahwa kunci untuk menguasai iptek adalah kemampuan berkomunikasi.

Komunikasi ternyata memegang peranan yang sangat fundamental dalam membangun kerangka kebudayaan bangsa dan mewujudkan perkembangan teknologi. Dengan menguasai kemampuan berkomunikasi, maka dapat mengungkap rahasia-rahasia alam di sekitarnya. Tanpa kemampuan berkomunikasi dengan baik, jangankan mengungkap rahasia alam, memahamipun tidak pernah bias.
Seberapa besar kemampuan komunikasi dikalangan kita? Atau benarkah kita sudah berkomunikasi dengan baik dan teratur?
Bahasa lisan misalnya. Banyak kita jumpai dalam kita bercakap-cakap kurang benar, sehingga harus mengulang dua atau tiga kali kalimat yang telah kita ucapkan. Terkadang kita juga harus memakai alat bantu dengan bahasa isyarat untuk meyakinkan ucapan. Itu baru bahasa percakapan.
Marilah kita tengok bahasa yang disampaikan dalam forum resmi. Hanya bagi orang yang sudah banyak membaca saja yang dapat menguasai komunikasi di lingkungan formal. Karena dengan membaca (apalagi menulis), ia memiliki banyak perbendaharaan kata.
Bagaimana kalau kemampuan menulis? Kompasioner lebih mengetahui.
Agar mendapatkan generasi yang mampu membaca, menulis dan trampil berhitung ada dua wacana yang mesti ditempuh.
Pertama : Negara berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa dengan cara mewajibkan semua warga negara untuk membaca. Untuk aset masa depan, sekolah mesti digarap dengan sungguh-sungguh. Perpustakaan difungsikan sebagaimana mestinya. Perpustakaan tidak hanya simbol untuk memperoleh akreditasi yang baik.
Kepala Sekolah mewajibkan kepada guru untuk membaca dan merangkum. Hasil rangkuman dipresentasikan didepan guru lain dalam sebuah pertemuan rutin. Bila guru telah melaksanakan dengan baik dan sungguh-sungguh, siswa secara otomatis akan mengikuti, tanpa harus diperintah.
Kedua : Orang tua, wajib menyisihkan sekian persen uang belanja untuk pembelian buku  bacaan keluarga. Mengapa wisata bersama keluarga sebulan sekali bisa dilaksanakan, namun membeli buku tidak mampu? Mengapa sangup mengganti handphone yang jauh lebih bagus, sedangkan koleksi buku tidak mampu?
Membaca buku harus dilandasi dengan kemauan yang kuat. Koleksi buku adalah sebuah asset untuk masa depan. Menciptakan keluarga yang memiliki wawasan luas harus menjadi idaman. Dengan memiliki keluarga yang mempunyai nafsu untuk selalu membaca dan sekaligus bisa menulis, maka membangun budaya gemar membaca dan menulis semakin Nampak di depan mata.

2 komentar: