24 September 2012

Takut : Cicak, Ulat dan Kucing

dokumen pribadi


Tulisan saya tentang mengelola stress mendapat komentar dari bang Joy Noor Dany dan Herawati Suryanegara. Dalam komentarnya dia takut dengan kecoa dan kucing. Orang lain pasti akan tertawa dengan ketakutan bang Joy Noor Dany dan Herawati .Padahal takut sebenarnya melekat dalam setiap manusia. Macamnya berbeda-beda. Takut binantang buas wajar. Takut naik kendaraan yang berjalan cepat, wajar. Namun takut kucing, sementara ini orang menganggap tidak wajar. Bagaimana tidak? Kucing adalah sahabat manusia, sebagaimana burung, ayam dan binatang ternak lainnya.
Saya jawab di komentar itu, bahwa ada orang yang takut dengan cicak. Jawaban itu saya ambil dari tulisan Leila Ch Budiman, dalam bukunya : Berdamai Dengan Stress (Rubrik Konsultasi Psikologi Kompas),  terbitan tahun 1999. Buku itu saya beli dalam sebuah pameran buku, yang masuk dalam rak obral. Harganya cuma Rp. 10.000. Murah sekali. Tapi dari buku ini, saya memiliki pengembangan wawasan tentang psikologi. Ada banyak hal yang perlu dikonstruksi ulang dalam lembaga yang bernama Bimbingan dan Konseling di sekolah. Saya tidak akan membahas tentang Bimbingan dan Konseling. Insya Allah lain waktu kalau ada kesempatan.
Saya akan mengutip tulisan Leila Ch Budiman, tentang seseorang yang takut dengan cicak.
Terus terang Bu, sebenarnya saya malu mengungkapkan ini. Sebab banyak teman yang tidak percaya. Disangkanya saya bergurau sebab ketakutan saya tidak biasa, Bu, yaitu saya takut sekali dengan cicak. Jika ada cicak di kamar, saya tidak dapat tidur sepanjang malam. Saya takut sekali.
Yang menyulitkan adalah jika saya berkunjung ke rumah orang dan di dindingnya ada cicaknya. Jantung saya berdetak kencang, saya jadi bersikap serba salah, ingin pergi saja dari situ. Kalau saya teruskan duduk di sana, saya jadi pusing, kehilangan konsentrasi sampai terasa pengap, sukar bernafas.
Ini sangat menggganggu saya. Sampai kalau memasuki rumah orang, saya tidak berani melihat ke atas, saya melihat ke bawah saja. Teman-teman tidak percaya, jika saya ceriterakan. Mereka tertawa, malah beberapa sengaja memberikan asbak, mainan gambar cicak. Ini sangat menjengkelkan sekali. Padahal saya tidaklah penakut, Bu. Saya tidak takut melihat ular, buaya dan sebagainya.
Bu saya malu sekali dengan ketakutan ini, adakah orang lain yang begini Bu dan mengapa sampai begini dan bisakah disembuhkan?
Jawaban :
Ah, tidak enak sekali penderitaan Anda. Diburu rasa takut yang luar biasa, karena hal “sepele”, sampai dianggap lucu dan aneh oleh teman-teman. Apalagi yang menakutkan itu seliweran dimana-mana. Seperti cicak, kucing, kuman. Alangkah sumpek dunia ini jadinya.
Sebenarnya Anda tidak sendiri. Penderita phobia, apabila dalam derajat yang ringan, sebenarnya banyak sekali. Dalam literatur abnormal psikologi, para peneliti (Agras, Sylvester dan Oliveu) menemukan 77 penderita dari 1.000 orang di New England. Namun yang tergolong berat 2,2, per 1.000 orang. Di Indonesia, mungkin ada ratusan ribu yang senasib dengan Anda. Objek yang ditakuti sangat bervariasi. Dari berbagai binatang kecil yang tidak berbahaya, sampai yang tidak berbahaya, seperti gambar, warna, angin lembut nada suara dan sebagainya. Namun yang paling sering diderita orang adalah takut pada gelap, tinggi, api, tempat tertutup dan binatang kecil yang menggelikan.
Cara Penyembuhan.
Penyembuhan dilakukan oleh seorang terapis, biasanya psikiater (dokter penyakit jiwa). Proses pengobatannya tergantung pula dari pandangan sang terapis terhadap penyebab gejala phobia tersebut sehingga terdapat banyak cara dalam menanganinya. Ada dua cara yang paling populer, yaitu psikoanalisis dan behavior therapy (penyembuhan tingkah laku).
Sigmund Frued percaya bahwa phobia disebabkan adanya keinginan-keinginan yang dianggap tidak baik, yang tanpa disadari ditekan olehnya ke alam bawah sadarnya. Misalnya hadirnya impuls-impuls agresif atau dorongan seksual. Impuls yang berbahaya itu berubah menjadi rasa takut yang tidak masuk akal. Muncullah phobia.
Para psikoanalis percaya jika perasaan yang tersembunyi itu sudah muncul dalam kesadaran penderita, maka rasa takutnya akan lenyap atau akan lebih mudah dikendalikan.
Cara lain adalah penyembuhan kaum “behavioris”. Caranya : secara berhati-hati dan bertahap diperkenalkan kembali dengan obyek/keadaan yang ditakuti. Tentu saja dalam suasana santai yang menyenangkan, dengan kadar ketakutan yang sangat ringan sekali. Tidak lupa terapis mengajarkan cara-cara relaksasi, sehingga pasien merasa lebih aman lagi. Kalau masih belum mempan, dapat digunakan obat penenang. Namun obat ini perlu dihemat, sebab dapat menjadi kebiasaan.
Kesuksessan cara behavioris ini seringkali tergantung dari tahap-tahap pengenalan objek yang proporsional dan cara mendampingi pasien yang paling mendamaikan hatinya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar