13 April 2012

Bedah SKL (Standar Kompetensi Lulusan) yang kontra produktif


dokumen pribadi


Disaat menjelang ujian nasional, siswa disibukkan dengan pelajaran tambahan. Orangtua disibukkan dengan dana tambahan. Jerih payah yang dikeluarkan menghasilkan kekecewaan. Siswa digembleng dengan tenaga dan pikiran. Demikian orang tua disibukkan dengan pencarian dana tambahan.
Sekolah dan lembaga bimbingan belajar telah merancang sejak dini untuk mempersiapkan ujian nasional. Aktifitas semacam itu telah berjalan secara rutin di setiap mendekati akhir tahun pelajaran. Bahkan, orang tua telah mendelegasikan kegiatan belajar kepada sekolah ataupun lembaga bimbingan belajar, sejak siswa naik kelas tahun kelulusan. Perhatian yang dicurahkan menjelang ujian cukup menegangkan. Orang tua dapat dipastikan senam jantung. Pertemuan demi pertemuan digelar, yang ujung-ujungnya saling menyalahkan. Sekolah menyalahkan orangtua karena tak lihai membimbing anak. Sebaliknya orangtua menggerutu tentang kondisi sekolah. Tak ada ujung pangkalnya.
Ada sebuah pertemuan yang sering dilaksanakan akhir-akhir ini, adalah “Bedah SKL”. Biasanya disponsori oleh penerbit buku mata pelajaran. Pertemuan ini kurang diendus oleh public, namun cukup penting bagi guru dan sekolah. Materinya adalah membedah prediksi soal-soal ujian nasional. Nara sumber didatangkan dari tim pembuat soal.
Dari pengalaman seorang sahabat penulis yang telah mengikuti pertemuan jenis ini berkali-kali, menggambarkan bahwa jenis soal yang didiskusikan, kemungkinan munculnya besar. Artinya, bahwa soal yang dibahas probabilitasnya keluar sebagai soal ujian nasional sangat tinggi. Dalam arti kata bahwa prediksi soal mendekati kebenaran. Bila demikian, apa gunanya bimbingan belajar yang telah direngkuh dalam waktu yang lama dan digeluti dengan susah payah, kalau soal yang akan keluar sudah bsa diprediksikan? Bukankah lebih baik, tidak perlu repot mengikuti bimbingan belajar. Namun mengikuti dengan seksama bedah SKL saja.
Tim Pembuat Soal
Sampai saat ini, sepengetahuan penulis, pembentukan tim pembuat soal masih belum transparan. Kriteria apakah yang digunakan sehingga seseorang dapat masuk dalam tim. Dahulu memang ada guru inti yang dibentuk karena orang tersebut memiliki kualifikasi keilmuan sesuai dengan bidangnya. Acuan untuk menjadi guru inti apakah masih tetap berpatokan pada pola lama, ataukah sudah mengalami perubahan. Hemat penulis, masyarakat punya hak untuk mengetahui sorang guru inti. Sekalipun pada saat menjadi tim pembuat soal adalah merupakan rahasia negara.
Beberapa waktu yang lalu, penulis pernah mengalami yaitu mengundang guru inti untuk kami ajak diskusi tentang prediksi soal ujian nasional. Harapannya agar supaya siswa kami bisa memperoleh gambaran yang jelas tentang soal-soal ujian nasional. Ibaratnya apabila kita akan menuju ke sebuah tempat, sudah memiliki gambaran jalan yang akan ditempuh. Bila perjalanan melewati daerah hutan, perlu membawa perlengapan yang cukup. Namun setelah mendapat jawaban, saat itu kami mundur selangkah, karena mereka memasang tarif.
Bila demikian semakin jelaslah bahwa pemerataan pendidikan memang belum sepenuhnya didapatkan oleh warga negara. Hanya sekolah-sekolah tertentu saja, atau sekelompok masyarakat tertentu saja yang bisa mendapatkan pendidikan, karena fasilitas yang memadai. Bagi teman-teman yang hidup di desa atau bahkan pelosok ujung negeri, semakin samar-samar dalam menuai pendidikan. Mereka tidak sepenuhnya mendapatkan aura persaingan secara sportif.

tulisan lain dapat dilihat disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar