26 April 2012

Semangat, Mestinya seperti Perkemahan


dokumen pribadi


Agenda rutin di akhir tahun, biasanya adalah perkemahan. Kegiatan ini untuk mengetahui sejauh mana kemampuan skill siswa dalam menyerap materi ekstra kurikuler kepramukaan/kepanduan. Macam ekstra kurikuler ini sebenarnya sudah ada sejak dahulu. Sebelum orde baru berkuasa, gerakan kepanduan telah eksis sebagai salah satu kegiatan dalam masyarakat. Kepanduan muncul, disebabkan untuk menampung pemuda/pemudi dalam menggembleng masyarakat untuk cinta terhadap tanah air. Namun setelah orde baru menggenggam kekuasaan, gerakan kepanduan dilebur menjadi pramuka.

Suatu kali, dilaksanakan rapat guru untuk membahas kegiatan perkemahan. Kegiatan ini saya pandang paling ribet, karena perkemahan ibarat melakukan aktifitas di suatu tempat yang jauh dari sekolah dan dalam waktu tertentu. Biasanya 3 hari. Waktu yang sesingkat itu, tapi persiapannya berminggu-minggu. Kadangkala mengalahkan kewajiban siswa itu sendiri, yaitu belajar.
Praktis kegiatan sehari-hari yang biasanya dilakukan di rumah akan dibawa ke tempat lain. Mulai dari bangun tidur, sampai tidak bias tidur lagi. Bagi yang jarang meninggalkan rumah, yang terbayang adalah bagaimana membawa barang pribadi yang sepraktis mungkin.
Perdebatanpun tak terhindarkan, meskipun kegiatan ini sebenarnya hampir dilakukan setiap tahun. Gagasan yang terlontarpun berkutat diseputar bagaimana agar ditempat yang baru dapat dinikmati senyaman mungkin, kalau bisa seperti berada di rumah. Ada tempat tidur, kamar mandi yang bagus,  mengikuti terus acara sinetron. Padahal tujuan utama perkemahan bukan itu. Tujuan utamanya adalah bagaimana kita bisa eksis hidup di tempat yang baru, dengan membawa perlengkapan seminimal mungkin.
Kesalahan yang kedua, dalam setiap pembicaraan perkemahan adalah meniadakan keberadaan anak didik. Siswa yang akan kita bentuk sikapnya, bukan lengkap atau tidaknya membawa barang bawaan. Justru dengan tempat yang baru itu, dengan peralatan yang terbatas itu, kita bisa mengangkat motivasi siswa dalam hal kemandirian agar tegar dalam menghadapi situasi yang serba terbatas.
Kesalahan lain, masih menyamakan budaya saat kita berkemah dulu dengan kondisi sekarang. Tidak jarang, pihak sekolah menyalahkan anak, hanya karena tidak bisa menanak nasi. Tidak sedikit siswa yang mampu membelah bambu. Apa memang materi kepramukaan yang disampaikan sudah ada prak tek menanak nasi? Apa ada pelajaran memotong dan membelah bambu?
Mungkin kita telah salah arah. Materi dalam kepramukaan biasanya mengenal sandi, morse, tali-temali, mendirikan tenda. Namun  yang dinilai malah bukan dari materi kepramukaan. Kalaupun toh ada, biasanya bobot penilaiannya kecil. Kita tidak berfikir, bahwa jaman sekarang semuanya serba praktis. Mendirikan tenda tidak harus dengan tali, makan sehari-hari tidak harus dengan menanak nasi. Toh…mendirikan tenda, menanak nasi tidak ada dalam pelajaran. Justru pelajaran untuk membangkitkan semangat, memupuk persudaraan, menggalang kerjasama antar teman, memupuk cinta tanah air, yang setiap hari ditemui dalam kelas malah ditinggalkan.

tulisan lain dapat dilihat disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar